Sebuah
Pengantar
Sudah
dua hari berturut-turut (terhitung 12 dan 13 april 2016) terjadi tawuran antar mahasiswa
di kampus UIN Alauddin Makassar yang dikenal sebagai kampus peradaban dan
kampus islam. Tentunya sebuah ironi yang menelisik tajam layaknya belati yang
menyayat dengan bengis sekaligus mengundang tanya dalam benak pilu “kok kampus
Islam seperti itu???” apakah itu jalan terbaik yang harus ditempuh dalam
menyelesaikan persoalan???
Izinkanlah
aku merindu melihat pemandangan kampus UIN Alauddin Makassar akan cerminan
nilai-nilai akademis yang selalu menghiasi
dengan pengamalan nilai-nilai keislaman yang selalu tercermin di balik
biliknya serta hingar bingarnya yang selalu penuh kedamaian dengan semerbak
pemberitaannya yang selalu harum mewangi sehingga kubangga mengatakan: “Betapa bahagianya aku kuliah di Kampus
peradaban UIN Alauddin Makassar.”
MAHASISWA ADALAH KAUM
INTELEKTUAL
Status
mahasiswa merupakan prestise yang didambakan oleh seorang peserta didik
tingkatan SMA sekaligus sebagai gelar kehormatan tertinggi bagi kaum terpelajar
dalam dunia pendidikan formal dan bersamaan itu pula seluruh beban dan
tanggungjawab moril akan diemban olehnya.
Orang
yang menyandang status sebagai mahasiswa tentunya harus memiliki karakteristik
dan sikap khas yang membedakannya dengan orang lain pada umumnya. Salah satu
ciri mahasiswa ialah dikenal dengan sebutan “kaum intelektual”. Hampir semua
kalangan paham akan hal ini maka tentunya segala bentuk perkataan, sikap dan
tingkah lakunya harus mencerminkan sebagai kaum intelektual yang menjadi
pembeda dengan kaum-kaum yang lain termasuk kaum premanis, kaum hedonis, dan
lain-lain.
Kalau
kaum premanis yang indikasinya antara lain ialah senang melakukan kekacauan, tawuran, pengrusakan, kerisauan,
dan ketidakamanan hidup, maka seorang mahasiswa sebagai kaum intelektual harus
berbeda dengan kaum premanis. Jadi kalau ada mahasiswa yang kegemarannya
melakukan kekacauan, tawuran, pengrusakan fasilitas kampus, dan menciptakan
ketidakamanan dan kerisauan maka dengan sendirinya karakteristiknya sebagai
kaum intelektual sudah menjelma menjadi kaum premanis apalagi hal itu
dilakukannya secara terus menerus dalam hitungan pekan, bulan, dan ditiap
tahunnya.
Kalau
kaum hedonis yang indikasinya antara lain ialah senang kalau selalu berhura-hura,
selalu santai, bermalas-malasan, dan lain-lain yang pada intinya berkiblat pada
kesenangan semata , maka seorang mahasiswa sebagai kaum itelektual juga harus
berbeda dengan kaum hedonis. Jadi kalau ada mahasiswa yang kegemarannya hanya
berhura-hura, bermalas-malasan masuk kuliah, dan sebagainya, maka secara tak
sadar karakteristiknya sebagai kaum intelektual telah menjelma menjadi kaum
hedonis.
Mahasiswa
sebagai kaum intelektual tentunya harus tampil sebagaimana karakternya sebagai
kaum intelektual, menciptakan suasana akademik yang kondusif, aktif mengikuti
perkuliahan, gemar berdiskusi dan mengikuti kajian-kajian, rajin membaca dan
tentunya tidak menjadi mahasiswa yang berkarakter premanis atau hedonis yang
selalu berbuat kerusakan, tawuran, rusuh dan sebagainya. Tampillah ia sebagai
kaum intelektual yang sebenarnya sehingga akan nampak pada pribadinya sebagai
kaum intelektual sehingga cukup orang
lain melihat, memperhatikan, dan mendengarkan cerita tentang pribadinya maka ia
langsung dikenali sebagai kaum intelektual karena sikapnya yang telah mencerminkan
sebagai kaum intelektual.
Lebih
dari itu mahasiswa yang kuliah di kampus Islam merupakan suatu nilai plus dan
predikat luhur karena selain dikenal sebagai kaum intelektual juga melekat pada
dirinya sebagai mahasiswa Islam. Tentunya sebagai mahasiswa Islam harus tercermin
dalam dirinya sikap dan karakternya sebagai mahasiswa Islam, setidaknya salah
satu indikator yang mencerminkan ciri mahasiswa Islam antara lain cinta damai
dan jauh dari perbuatan-perbuatan rusuh dan merusak sebagaimana esensi dari
ajaran Islam itu sendiri yang merupakan agama yang damai dan memberikan
kedamaian, agama yang selamat dan memberikan keselamatan.
Mereka
berkarakter sebagai orang-orang yang selalu memberikan ketenangan, kedamaian,
dan keselamatan yang menyelesaikan persoalan dengan jalan yang baik-baik
melalui komunikasi yang penuh hikmah serta pemecahan yang memberikan mashlahat.
Apapun alasannya ia enggan untuk melakukan tidak kecerobohan yang pastinya akan
merusak citra dan nama baiknya sebagai kaum intelektual dan mahasiswa yang
Islami.
Damai
dan selamatlah selalu Kampus Peradaban UIN Alauddin Makassar, yang seluruh
komponennya selalu berusaha untuk memberikan kedamaian dan keselamatan sebagai
ciri sebuah peradaban dan kampus Islam, tampil dalam mengawal pembangunan
bangsa, mencetak generasi-generasi intelektual berwawasan Islam yang
integrative dengan benteng kokoh keimanan dan keislaman.
Wallahu a’lam bi
ash-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar