Selasa, 09 Agustus 2016

OBAT BIUS MUJARAB Oleh Haerul Akbar



Kemajuan zaman ini memberikan kesepian dan keterasingan baru, yang ditandai dengan lunturnya rasa solidaritas, kebersamaan, dan silaturrahim.
Syamsul Kurniawan (Cet.I; Jaakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 17.



Di dunia maya kita telah terkoneksi dengan ribuan hingga jutaan orang tanpa mengenal lagi batas teritorial, dengan siapa dan di manapun kita bisa berkomunikasi. Batas lautan, daratan, gunung, dll bukanlah sebuah halangan. Sungguh demikian hebat akan kemajuan itu. Namun dalam situasi yang lain secara nyata hubungan interpersonal secara riil telah terkikis sedemikian dahsyat, seolah tanpa sadar sikap individualistik telah dikonstruksi dan terkesan hubungan sosial secara riil kian terabaikan. Olehnya itu kita harus proporsional (seimbang) dalam menyikapi kemajuan itu.
Kemajuan IPTEK dan media digital saat ini berkonstribusi besar memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi manusia, namun disisi lain seakan menihilkan nilai kemanusiaan secara riil.
Ombang-ambing dunia layar menghanyutkan manusia masuk ke lautan hegemoni media (terkhusus media social). Hampir semua orang dan kalangan memiliki akun facebook, twitter, BBM, WA, line, dan lain-lain. Hemat saya sangat memungkinkan manusia dalam kesehariannya ditidurkan dan dibangunkan dengan media social ini (maksudnya media social layaknya sudah menjadi teman sejati).
Biusan-biusan layar smartphone seolah bekerja sangat optimal membuat korbannya mati rasa terhaadap lingkungan yang sebenarnya (termasuk manusia di sekitarnya) sehingga menganggap apa yang ada di sekitarnya hanya fatamorgana dan dunia sesungguhnya itu ada pada smartphone. Betul-betul obat bius mujarab yah!.
Indikasi obat bius ini nyata kok. Coba kita tengok secara empiric realitas yang terjadi!.
Pertama: terkadang orang menghiraukan (cuekin) keberadaan orang lain di sampingnya dan tak menggubris sama sekali pertanyaan orang lain itu karena dia terlalu sibuk memesrakan jari jemarinya di smartphone. Interaksi sosila secara langsung dengan personnya mulai renggang.
Kedua: biasa kita jumpai beberapa orang dalam satu tempat namun tak ada komunikasi secara verbal di situ, hanya sesekali berkomunikasi itupun secara nonverbal (dengan isyarat dan lain-lain). Mengapa??? Karena mereka masing-masing sibuk dengan “dunia layarnya”. Meraka duduk berjam-jam (dalam waktu yang cukup lama) namun mereka seakan melihat orang di sampingnya tak lebih penting dengan teman-temannya di dunia layar. Komunikasi secara langsung dengan orang dihadapan kita seakan diabaikaan. Saya rasa dalam hal ini kita harus proporsional.
Ketiga: saya kira hal ini tak populer namun ada, iya!. Ada orang tua yang mengabaikan buah hatinya hanya karena smartphonenya sehingga ada cerita mengenai seorang anak yang ditanya oleh orang tuanya: “cita-citanya mau jaadi apa nak? Anak itu menjawab: “ayah, bunda! Saya mau jadi smartphoe”. Sontak orang tuanya kaget mendengar jawaban anaknya sembari ibunya bertanya: “kenapa mau jadi smartphone nak?” anaknya menjawab: “iya bunda karena saya iri dengan smartphone, ayah dan bunda sangat menyayangi smarphone itu, setiap hari dibawa, dilihati dan jari jemari ayah dan bunda tak pernah lepas darinya, sebagian besar waktu ayah dan bunda hanya dihabiskan dengan smartphone itu sementara saya dihiraukan dan diabaikan. Saya juga mau ayah dan bunda tiap hari memesrakan jari jemarinya di kepala saya, membelai rambutku, membawa ke mana-mana dan saya mau sebagian besar waktu ayah dan bunda itu buat saya, tapi kan tidak, ayah dan bunda lebih mementingkan smartphone. Mendengar jawaban itu, orang tuanya langsung menangis dan merangkul buah hatinya itu.
Setidaknya tiga insikasi obat bius mujarab di atas menjadi bukti bagaimana kita telah berada dalam hegemoni media yang sungguh fantastis.
Apa yang harus kita lakukan?. Sebaiknya kita harus proporsional dalam hal ini, kemajuan IPTEK itu sangat bermanfaat, media social komunikasi via online itu sangat membantu tetapi jangan hal itu membuat kebersamaan, silaturrahim, dan komunikasi secara langsung menjadi luntur dan seperti yang diungkapkan Syamsul Kurniawan di atas yaitu kesepian dan keterasingan baru yang menihilkan nilai kemanusiaan.
SUKSES DUNIA MAYA
SUKSES DUNIA NYATA
PROPORSIONAL
“Wallahu a’lam bi ash-shawab”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar