Senin, 16 Mei 2016

TOLERANSI DALAM AGAMA




Oleh: Haerul Akbar
Umat kristianai merayakan hari natal
Umat islam hiruk pikuk
Sebuah Kausalitas bahwa Interpretasi dan pemahaman tentang toleransi menuai banyak perbedaan sehingga tak heran kalau berakibat pada pengaplikasian (pengamalan) toleransi juga banyak menuai  perbedaan.
Hingga saya ingin berkata bahwa: berpijak dari riuhnya perbedaan tentang toleransi maka mengatas namakan “toleransi” antar umat beragama (tataran sara’) sungguh terasa sangat sensitif. Berhati-hatilah!!!... hanya memicu perdebatan yang tak kunjung selesai.
Setelah saya petakan berdasarkan pendekatan pertentangan di atas, maka saya ingin menyatakan bahwa toleransi dalam semesta “ sara’ ” memiliki dua sisi yang begitu frontal dan saling kontradiktif. Disatu sisi toleransi itu layaknya sesuatu yang begitu indah, rukun, peduli, menghormati, menghargai, bermanfaat dan seterusnya namun disisi lain seakan itu adalah sebilah belati yang setiap saat bisa menyayat dan menikam jantung hingga kita tak berdaya… sekali lagi ini analisis toleransi dalam semesta sara’  bukan pada semesta yang lain!!!
Bagi Umat Islam, sungguh sederhana dan begitu luhur. Allah berfirman “lakum diinukum waliyadin” konsep toleransi yang diajarkan antar umat beragama.
Biarkanlah umat kristiani merayakan hari kebesarannya. Diam, mendengar, menyaksikan, tanpa mengganggu, tanpa mengacaukan, maka itu sudah cukup menjadi indikator bahwa itu toleransi. 
"Wallahu' A'lam bi ash-Shawab"

“SIAPA DIBALIK LAYAR PENDIDIKAN”



Oleh: HAERUL AKBAR

MEMPERINGATI HARI PENDIDIKAN NASIONAL: SEBUAH REFLEKSI  Berangkat dari spekulasi pribadi yang kukira masih sangat fluktuatif melihat realita pendidikan  

Pendidikan merupakan hal yang sangat sensitif bagi suatu bangsa terutama dalam menjaga generasinya. Keberadaan pendidikan merupakan hal yang sangat urgent dalam menjaga dan mencetak generasi  unggul. Demikianlah sehingga pendidikan itu selalu eksis berjalan seiring berjalannya roda kehidupan sebuah bangsa  dan negara, pendidikan selalu ada di mana setiap manusia berpijak
Eksistensi pendidikan (pendidikan formal) lazim digunakan sebagaai media atau wadah untuk mentransfer ilmu pengetahuan namun lebih dari itu diera pendidikan modern, pendidikan bukan hanya sebagai wadah untuk mentransfer ilmu pengetahuan melainkan juga sebagai wadah untuk membentuk dan membina kepribadian mansia/peserta didik meliputi pembentukan pemikiran, perasaan, dan perilaku peserta didik atau manusia pada umumnya(sesuai kurikulum yang diterapkan)
Kalau begitu berarti kurikulum dan kepribadian manusia/peserta didik yang dihasilkan oleh sebuah wadah yang dinamakan “pendidikan” itu amat sangat tergantung oleh siapa dan ideologi apa yang menguasai sistem pendidikan suatu negara (misalnya) maka mereka dengan leluasa dan merasa bebas melahirkan generasi-generasi baru, lulusan-lulusan baru sesuai bentuk kepribadian atau hasil cetakan yang dikehendakinya.
Alangkah naifnya kalau pendidikan suatu bangsa/negara dikendalikan oleh sesuatu yang keliru dan menyimpang. Kalau sistem pendidikaan suatu bangsa dikendalikan oleh kaum liberal yang sistemnya sekuler maka bisa dijamin bahwa kurikulum pendidikannya akan berbau sekuler dan yakinlah lulusan atau generasi yang dihasilkan tentunya diorientasikan menjadi generasi-generasi yang liberal dan sekuler pula. Demikian juga kalau dikendalikan oeh sistem yang lain pasti orientassinya adalah melahirkan generasi yang bisa melanggengkan eksistensinya. Sedikit mengaitkan dengan agama Islam, kalau pendidikan itu dikendalikan oleh Islam maka tentulah akan lahir generasi-generasi islam yang akan menjaga Izzah islam.
Adapun potret pendidikan di Indonesia, entah dibalik kendali apa dan siapa? serta lulusan-lulusannya itu entah bercorak seperti apa? Dan ideologi yang bermain dibalik layar pendidikannya itu ideologi apa? Wallahu a’lam.
Saya ingin katakan bahwa Alhamdulillah mungkin kita telah optimal dan berhasil menjalankan proses belajar mengajar dengan baik yang ditunjang oleh fasilitas-fasilitas pembelajaran yang memadai, media-media pembelajaran yang tersedia, kucuran dana yang begitu besar, gedung-gedung dan ruangan belajar yang nyaman, pendidik-pendidik yang terampil menerapkan model-model dan metode-metode belajar. Itu semua merupakan hasil capaian yang luar biasa dalam semesta proses namun terlepas dari itu semua, menjadi renungan kritis dalam menerawang semesta hasil (out put): kita ini hanya kuantitas-kuantitas dan actor-aktor pendidikan, apakah kita pernah memikirkan ke mana arah pendidikan kita? Pendidikan kita sebagai cetakan generasi itu cetakannya seperti apa? Siapa yang mengendalikan pendidikan kita? Siapa yang menjadi sutradara kita yang ada di balik layar itu? Sebagai actor harus mengetahui dan mampu menerawang lebih jauh seperti apa ending dan hasil dan cerita pendidikan yang dilakoninya.
Boleh jadi kita berhasil mencetak generasi dan lulusan yang berilmu pengetahuan tinggi namun disisi kepribadiannya itu terbentuk kepribadiian yang naïf (karena tergantung siapa yang mengendalikan pendidikan saat itu)
Sangat boleh jadi kepribadian naïf itu dibentuk oleh ideology tertentu yang dianut oleh sebuah negara karena konsep pendidikan itu sangat dipengaruhi oleh ideology sebuah negara. Akhirnya tak jarang kita dengar dengan bahasa sederhananya “orang yang berilmu pengetahuan tinggi namun korupsi, memakai narkoba, mabuk-mabukan, berpangkat namun selalu berbuat ceroboh dan seterusnya”. Potret pendidikan yang tercemari.
Sungguh luar biasa para pelaksana dan para aktor-aktor pendidikan kita (terutama guru). Mereka sudah bekerja dengan baik, memikirkan konsep pendidikan yang matang, mempersiapkan rencana pembelajaran yang efisien dan efektif, mempersiapkan media pembelajaran yang bermacam-macam, masuk ruangan kelas dengan tepat waktu, memberikan wejangan yang luar biasa semata-mata untuk mencetak generasi yang unggul dan bermoral namun pada akhirnya generasi itu disabotase oleh pihak yang mengendalikan pendidikan dan dicekal oleh kehendak ideologi  atau sistem pendidikan tertentu.
PENDIDIKAN ADALAH KEBUTUHAN, MAKA PENDIDIKA HARUS DIKENDALIKAN OLEH UNSUR YANG BERSIH. NAMUN UNTUK SAAT INI, MENDAPATKAN SESUATU YANG BERSIH ITU TAK GAMPANG. TEMANKU BERKATA “APPOLOIKKO!!!”.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Pembakaran Masjid di Papua IZZUL ISLAM DAN POWER ISLAM di mana???



Oleh: Haerul Akbar

Saya tak menyalahkan yang satu dan tak membenarkan yang lain, saya hanya berargumentasi sesuai dengan apa yang saya pahami.
Pembakaran masjid di Papua merupakan sebuah fenomena dan sebuah bukti bahwa power islam sekarang tak lagi berdaya, meluntah dan merayap dalam kepungan tikaman para musuh-musuhnya. Laksana anak ayam yang kehilangan induknya kemudian anak-anaknya itu dipisahkan satu sama lain sehingga dengan mudah elang-elang akan mencengkramnya.
Sudah kurang lebih 91 tahun Islam tak punya institusi dan kepemimpinan Umum sejak runtuhnya institusi Islam tahun 1924 di Turki, sepanjang itu pula power islam serta Izzul Islam tak muncul di permukaa. Islam dulu merupakan agama yang disegani, agama yang punya power melebihi power yang dimiliki negara-negara adi daya masa kini, tetapi sekarang Islam merupakan agama yang dengan mudah diremehkan, dihina, dan dimarginalkan oleh musuh-musuh islam dan kita tidak tahu siapa yang akan membelanya.
Islam telah berhasil dikotak-kotakkan musuh dengan sekat-sekat nasionalisme, Islam Indonesia bangga dengan Islam Indonesia, Islam Turki bangga dengan Islam Turki, demikian juga Malaysia, Thailand, Arab Saudi dan seterusnya. Negara-negara yang berhasil dikotak-kotakkan tersebut seakan umat Islamnya tak punya lagi lagi urusan dengan umat islam di negara lainnnya. Padahal Islam itu umat silam yang satu, berada dibawah kepemimpinan yang satu dan umum yang kendalinya dipegang oleh seorang Khalifah yang mampu menaungi umat Islam di seluruh dunia dan mampu menjaga harkat, martabat dan kemuliaan Umat Islam itu sendiri.
Sekarang apa???... kita bangga dengan semangat nasionalisme, kita mengagung-agungkannya. Realitas itu tak lebih layaknya seseorang yang memelihara ular berbisa. Padahal Nasionalisme itulah yang menjadi ujung tombak senjata-senjata para musuh Islam untuk menghancurkan Islam sehingga kita lihatlah realitasnya: Pembakaran Masjid, pembakaran al-Qur’an, umat Islam diadudomba dengan sesamanya Umat islam antar Negara, umat islam dibantai, kekayaan alamya dieksploitasi dan seterusnya. Itu semua semata untuk mewujudkan mimpi-mimpi para musuh Islam untuk melihat umat Islam kacau balau, tak bersatu, dan tak punya daya dan kekuatan. Para Musuh-musuh Islam sangat takut akan kebangkitan kembali Islam yang dalam sejarah tercatat menguasai 2/3 belahan dunia, sebuah kepemimpinan yang masa berkuasanya paling lama yaitu kurang lebih 1300 tahun.
Ingat Umat Islam!!! Segala rencana dan makar akan senantiasa diusahakan oleh musuh-musuh Islam ini untuk melihat Umat Islam terpuruk. Umat islam seharusnya jangan mudah terpengaruh oleh senjata-senjata mematikan mereka termasuk sekat Nasionalisme. Musuh Islam tak akan gentar dengan banyaknya jumlah umat Islam tetapi mereka akan gentar disaat mereka melihat umat Islam bersatu dibawah sebuah kepemimpinannya dalam sebuah tatanan kenegaraan. Kaum muslimin sampai sekarang belum bisa bersatu sepanjang masih terperangkap di dalam sekat-sekat Nasionalisme.
Olehnya itu mari kita berjuang bersama-sama demi terwujudnya kembali kehidupan islam dibawah tatanan kepemimpinannya yang menyeluruh di seluruh dunia. Hanya dengan jalan ini Power dan Izzul Islam akan kembali seperti pada masa Nabi dan para Sahabat. Dengan jalan ini Umat Islam tak akan lagi mudah dibantai, diadudomba dan dinistakan, Tak akan ada lagi masjid dibakar, al-Qur’an dihinakan, Umat Islam didzalimi, perempuan muslim dilecehkan, kekayaan alam dieksploitasi dan seterusnya.
UMAT ISLAM AKAN DAMAI DIBAWAH KEPEMIMPINAN ISLAM… KEPEMIMPINAN ISLAM BUKAN HANYA BUAT UMAT ISLAM MELAINKAN UNTUK SELURUH MANUSIA DAN MENJADI RAHMAT BAGI SELURUH ALAM
“Wallahu a’lam bi-ash shawab”

Minggu, 08 Mei 2016

INDONESIA YANG BERKEMAJUAN



(OLEH HAERUL AKBAR)

Prof. Dr. Din Samsuddin pada bagian akhir pidato sambutannya  dalam pembukaan Muktamar Muhammadiyah ke-47 dan satu abad Aisyiyah di lapangan Karebosi Makassar mengatakan bahwa: salah satu gerakan Muhammadiyah menuju Indonesia yang berkemajuan ialah dengan senantiasa bergerak dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial serta tak lupa untuk senantiasa bergerak sebagai lembaga amar Ma’ruf Nahi Munkar sebagai dasar berdirinya Muhammadiyah, pemerintah merupakan mitra kerja yang strategis bagi Muhammadiyah.
Saya menggaris bawahi kata amar ma’ruf nahi Munkar. Semoga kedepannya setelah Muktamar dan terpilih ketua PP Muhammadiyah yang baru betul-betul mampu menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Banyak hal yang tak Bisa lagi kita Nafikan fenomenanya berkaitan dengan pelanggaran terhadap ajaran Islam tanpa adanya Amar Ma’ruf Nahi Munkar ini. Tanpa melakukan surveypun hal itu sudah kelihatan jelas dipelupuk mata kita. Hal inilah yang membuat saya salut dengan dasar berdirinya Muhammadiyah ini.
Salat, Puasa, Menutup Aurat, persoalan makanan dan minuman, Qishas, PotongTangan, dan Rajam merupakan ajaran Islam yang perintahnya secara Qathi disebutkan dalam Al-Qur’an yang tidak lagi membutuhkan interpretassi lain terhadap ajaran itu.
Masyarakat pada umumnya di Indonesia, meninggalkan salat tanpa Udzur yang jelas itu adalah hal yang biasa, memamerkan aurat dan seterusnya itu merupakan hal yang Lumrah. Kriminalitas banyak terjadi karena Hukuman yang tak bisa memberikan efek jerah terhadap pelaku kriminalitas.
Semuanya itu terjadi karena tidak adanya Formasi hukum yang jelas dan UU yang pasti terhadap pelanggaraan terhadap ajaran Agama Islam ini. Meninggalkan salat tak ada sanksinya, nggak berpuasa juga nggak apa-apa. Yang menjadi pendapat umum di masyarakat mengatakan bahwa itu kan persoalan pribadi dan individu. Iya memang itu persoalan individu namun Ingat sebuah Negara punya kewajiban untuk mencegah rakyatnya dari berbuat dosa. Widiiiiiiih kalau begitu Indonesia harus menerapkan Syariat Islam dong??? Iya memang begitu karena tanpa diterapkannnya Syariat Isam Amar Ma’ruf Naahi Munkar tidak bisa berjalan secara Optimal dan boleh jadi hanya sekedar Khayalan.
Amar Ma’ruf Naahi Munkar seharusnya diemban oleh institusi Negara(layaknya Nabi dan para sahabatnya dulu) tetapi bukan berarti organisasi atau kelompok tertentu tidak bisa melaksanakan Amar Ma’ruf Naahi Munkar ini, tetap bisa tapi mohon maaf saya harus berkata itu kurang optimal. Bagi penulis,  Amar ma’ruf Nahi Munkar ini seharusnya diemban oleh institusi Negara hukum Islam dirumuskan dalam bentuk UU. Tahu nggak hukum memakai Helm dalam Islam??? Memakai Helm Itu perkara yang Mubah. Coba kita lihat perkembangaannya sekarang, orang-orang takut tidak memakai Helm kalau mengendara di perkotaan, mengapa takut??? Karena memakai Helm itu ada Undang-undangnya. Subhanallah begitu besarnya efek sebuah perintah kalau ada Undang-undangnya, bayangkan saudara, ini persoalan yang Mubah saja kita bisa taati kalau ada UU yang mengikat, masa tiba saatnya persoalan yang wajib seperti salat, puasa, menerapkankan jinayat dan hudud itu tak bisa digalakkan??? Jawabannya: iya memang tidak bisa karena kewajiban dalam Islam itu tak ada Undang-undangnya di Negara ini.
Qishas, PotongTangan, dan Rajam itu sebagian dari hukum Islam yang sangat pasti penyebutannya dalam Al-qur’an yang dibuktikan secara empiris dalam kepemimpinan Islam selama 13 abad lamanya dinyatakan bahwa dengan hukuman ini, kriminalitas dapat diminimalisir, dan betul-betul Qishas, PotongTangan, dan Rajam itu mampu memberikan efek Jerah, selain itu dengan menerappkan hukum ini, juga ada efek pengampunan Dosa dari Allah swt bagi pelaku kriminalitas.
Kita tak lagi tahu siapa yang berdosa akibat tidak diterapkannya Qishas, PotongTangan, dan Rajam yang kewajiban menerapkannya sama dengan kewajiban kita salat, puasa dst. Sungguh kemungkaran akan terus merajalela tanpa adanya Amar ma’ruf Nahi Munkar, Ingat!!! Amar Ma’ruf Nahi munkar yang super power ialah dengan menerapkan Islam dengan sempurna bukan hanya pada ritual Ibadahnya namun juga pada aspek Jinayat dan Hududnya yang berkaitan dengan Hukum Islam secara totalitas.
Terakhir saya ingin mengatakan bahwa karena Muhammadiyah merupakan organisasi yang dasar berdirinya ialah gerakan amar ma”ruf Nahi Munkar(saya ingat betul pelajaraan kemuhammadiyahan waktu saaya masih MTS) maka saya punya harapan mudah-mudahan perjuangan Muhammadiyah mampu meyakinkan pemerintah agar amar ma”ruf Nahi Munkar ini bisa juga dijalankan oleh Negara supaya cakupannya lebih luas. Argumentasi ini dapat didukung karena sempat disampaikan oleh Prof Dr Din samsuddin yang mengatakan bahwa pemerintah sebagai mitra kerja yang strategis bagi Muhammadiyah.
Entah bagaimana pandangan saudara(i) terkait dengan Indonesia yang berkemajuan yang diusung sebagai tema dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 dan satu abad Aisyiyah ini namun bagi saya sebagai penulis ingin mengatakan bahwa Indonesia yang berkemajuan ialah Indonesia Yang mampu menerapkan Islam secara Totalitas yang mampu menaungi Umat Islam di seluruh belahan dunia. 

Wallahu A’lam bi ash-Shawab.

Kamis, 05 Mei 2016

TELA’AH PERUBAHAN (SEBUAH KRITIK TERHADAP PERUBAHAN SEMU )

Oleh: Haerul Akbar
Tulisan ini secara umum saya peruntukkan untuk siapa saya yang minat untuk membacanya namun secara khusus kuperuntukkan untuk saudara ahmad zaky malik yang pada sebuah diskusi di dumay membahas tentang kebangkitan Islam dan kembalinya tatanan kehidupan Islam dalam sebuah institusi Negara.
Kami berdua sepakat akan penegakan syariat Islam namun sedikit berbeda pemahaman mengenai metode atau thariqah yang digunakan dalam mewujudkannya. Beliau mengatakan bahwa tak apa kita menggunakan demokrasi untuk mewujudkan Islam, kita harus mewujudkannya secara bertahap dll(sedikit berbeda dengan pandangan saya bahwa perubahan itu harus dimulai dari perubahan pada masyarakat dan menggunakan demokrasi sebagai alat merupakan suatu keliru).
Dalam diskusi itu beliau meminta saya untuk membaca artikel tentang keberhasilan perdana menteri Turki Erdogan yang katanya menggunakan demokrasi sebagai alat  untuk memperjuangkan Islam. Alhamdulillah saya telah membaca artikel yang berkenaan dengan Erdogan ini dan memang betul erdogan setahap demi setahap berjuang dalam menerapkan Islam ini namun diawal tulisan ini saya tak akan membahas terlalu banyak tentang Erdogan ini(sengaja disimpat diakhir tulisan). Saya ingin mengajak terlebih dahulu untuk menilik sebuah pandangan terkait dengan perubahan dan InsyaAllah akan saya hubungkan dengan perubahan yang telah ditorehkan oleh perdana menteri Turki yaitu erdogan yang selama ini dielu-elukan oleh publik termasuk saudara ahmad zaky hehehe.
Baik, pertama saya ingin mengatakan bahwa kembalinya kehidupan Islam itu diawali dengan perubahan di masyarakat dalam segala bidang. Mengubah masyarakat yang selama ini tidak islami menjadi islami.
Berbicara tentang masyarakat, setidaknya kita menjumpai dua pandangan. Pandangan pertama mengatakan bahwa masyarakat merupakan sekumpulan individu yang mendiami sebuah tempat dan mempunyai tujuan yang sama. Pandangan kedua mengatakan bahwa masyarakat merupakan  kumpulan individu dalam suatu tempat yang diikat dengan pemikiran, perasaan, serta peraturan (sistem) tertentu. Nah dengan perbedaan pandangan mengenai masyarakat ini maka otomatis juga akan memiliki pandangan yang berbeda dalam mengubah masyarakat.
Kalau kita mencoba mengkaji lebih dalam mengenai pandangan yang pertama di atas, maka kita dapat memperoleh gambaran bahwa perubahan masyarakat  kuncinya ada pada perubahan individu. Kalau kita mengharapkan masyarakat yang Islami maka kita harus mengubah individu-individu itu menjadi Islami. Jadi kalau individu dalam masyarakat itu aqidahnya sudah Islami ditambah akhlaknya sudah Islami, cara berpakaiannya sopan dan cara bertutur katanya santun maka dianggaplah itu masyarakat yang islami. Itu pandangan yang pertama
Kalau kita menilik lebih jauh mengenai pandangan kedua di atas, kita memperoleh gambaran bahwa perubahan individu itu tidak serta merta berdampak pada perubahan masyarakat. Banyak atau sedikitnya individu yang dinilai baik atau islami tidak bisa dijadikan barometer atau indikator untuk merubah masyarakat untuk lebih baik. saya pertegas bahwa hal itu tidak bisa dijadikan sebuah indikator karena perubahan itu hanya pada tataran perubahan individu bukan pada perubahan secara komprehensif yang mengikat sebuah masyarakat dalam hal ini sebagaimana yang dalam pandangan kedua ini ialah yang mengikat masyarakat ialah prmikiran, perasaan, dan peraturan tertentu(islami). Jadi sekalipun individu dalam masyarakai itu pengamalan agamanya bagus(ibadah ritual), akhlaknya bagus, makanan serta minumannya jauh dari yang haram, hidup bertetangga rukun, maka ini bagi saya tetap belum bisa dikatakan masyarakat Islami karena itu hanya pada tataran individu sementara pemikiran, perasaan, dan peraturan yang mengikat masyarakat itu belum islami, masih diikat oleh yang lain entah itu demokrasi, sosialis, liberal, sekuler dan lain-lain.
Saya lebih condong pada argument atau pandangan kedua di atas karena saya anggap itu lebih riil dan lebih rasional dibanding perubahan yang diharapkan dengan memakai pandangan pertama di atas. Olehnya itu saya rasa perubahan itu ialah perubahan pada tataran pemikiran, perasaan, dan sistem(peraturan), bukan hanya perubahan individu. Dan perlu dicatat bahwa perubahan itu harus menyeluruh dan meliputi segenap sendi kehidupan dan tidak dilakukan secara bertahap(misalnya merubah individu terlebih dahulu dan masyarakat itu persoalan kedua) karena kalau terjadi perubahan masyarakat (misal dari yang tidak islami menjadi islami) maka pemikiran, perasaan, dan peraturan maka tanpa bertahap seluruhnya harus islami. Selain Islam, itu ditolak. Namun jika diterapkan secara bertahap ataupun secara parsial maka itu bukan perubahan yang sebenarnya pada masyarakat tetapi hanya perubahan pada level individu saja.
Nah sekarang saya akan mencoba menghubungkan dengan apa yang telah dicapai oleh Erdogan. Saya yakin setelah membaca pembahasan singkat di atas saudara-saudara sekalian sudah bisa menebak alur tulisan ini selanjutnya.
Beberapa artikel yang saya baca terkait dengan Erdogan, memberi gambaran kepada saya bahwa memang Erdogan ini secara umum mendapat sanjungan dan pujian karena dinilai sebagai pejuang Islam dan pemimpin yang Islami, diantara yang saya baca mengenai perjuangannya ialah memperjuangkan wanita muslimah untuk mengenakan jilbab dan bisa masuk dipemerintahan, kesejahteraan meningkat dan tak banyak lagi penganguran dan lain-lain. Mungkin dengan kenyataan ini Erdogan banyak disanjung dan dipuji khususnya dipuji oleh saudara saya Zaky namun bagi saya itu bukanlah perubahan yang sesungguhnya kendatipun saudara zaky menganggap itu perubahan yang luar biasa dan apa yang telah ditorehkan Erdogan itu patut kita tiru dan ikuti. Saya baru bisa mengatakan apa yang dicapai Erdogan itu sebagai perubahan yang sesungguhnya jika Erdogan mampu mengubah apa yang mengikat masyarakat Turki seperti dalam penjelasan di atas yaitu pemikiran, perasaan, dan peraturan tapi kan kenyataannya tidak. Di turki masih menggunakan sistem republik dan masih memakai sistem demokrasi yang sarat dengan sekuler, kedaulatan di turki masih tetap kedaulatan ada di tangan rakyat. Ingat!!! Perubahan hakiki itu disaat Islam bisa diterapkan secara menyeluruh. Pertanyaan selanjutnya apakah perubahan yang dibawah oleh Erdogan adalah perubahan individu atau perubahan masyarakat??? Dan perubahan Islam secara menyeluruh??? Silahkan jawab sendiri…
Contoh lain kita bisa lihat bagaimana terpilihnya Mursy sebagai presiden Mesir. Saya rasa tidak apaalah saya sedikit membahas tentang Mursy ini sekaligus untuk menanggapi komentar kakanda iqbal disebuah status yang saya buat di Facebook. Kakanda iqbal mengatakan bahwa kita hanya butuh pemimpin yang baik dan tanggung jawab maka dengan sendirinya pemerintahan menjadi baik. siapa yang mengelak keshalehan seorang Dr Muhammad Mursy(Presiden Mesir)??? Beliau seorang penghafal al-Quran, seorang aktivis dakwah, dan lain-lain. Nah secara umum pasti kita akan menilai itu sesuatu yang luar biasa karena seorang Islam yang taat pada agama dan baik itu bisa memimpin sebuah Negara di Mesir tetapi dalam perspektif perubahan masyarakat sebagaimana yang disinggung di atas, maka apa yang dilakukan Mursy tak ada pengaruhnya terhadap perubahan masyarakat apalagi pada tatanan pemerintahan karena sama sekali tidak menyentuh rana pemikiran, perasaan, dan peraturan Islam, kenyataannya Mesir belum menerapkan Islam sepenuhnya.
Hemat saya apa yang telah diraih Erdogan, Mursy, dan lain-lain pada perspektif perubahan individu, saya sendiri bangga dan menganggap itu sesuatu yang luar biasa namun dalam perspektif perubahan secara totalitas maka saya melihat masih banyak kekurangannya. Olehnya itu hemat saya harus ada perubahan terhadap yang mengikat sebuah masyarakat atau Negara. Apa itu??? Perubahan menuju pemikiran, perasaan, dan peraturan yang Islam.
Hehehe… ada yang menarik, Hhmmm. Mungkin para pembaca sekalian mengatakan “Lebih mending Erdogan atau Mursy yang sudah jelas bisa berbuat banyak dibanding yang hanya sekadar memberi wacana dan melempar kritikan dan tak pernah terwujud”… heheh gini saja deh… Erdogan itu melakukan perubahan secara parsial yang pasti sifatnya SEMU dan wajarlah kalau ada yang mengkritisi bahwa perubahan itu harus totalitas dan universal. Ingat!!! mengkritisi itu baik sepanjang ada solusi yang ditawarkan, kalau tidak ada solusi yang ditawarkan maka bukan solusi namanya. Kalau dikatakan lagi emang sih perubahan itu harus secara parsial dulu, tahap demi tahap, loh berarti itu Cuma sebatas perubahan individu yang sama sekali kagak punya pengaruh pada perubahan masyarakat karena tidak menyentuh pada tiga aspek (pemikiran, perasaan, dan peraturan tertentu).
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Tulisan di atas merupakan refleksi dari pemahaman saya terhadap kitab nidzamul Islam dan kitab attakattul al hizby karangan syekh Taqiuddin an-nabhani.